Sabtu, 03 Desember 2011

Zona Lahan dan Struktur Ruang Kota

Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi, dan keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976). Seiring perkembangan kebutuhan dan aktivitas manusia, lahan yang ada jumlahnya semakin sedikit dan terbatas. Oleh karena itu diperlukan arahan agar penggunaan lahan dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai kualitas, karakteristik, dan kemampuan atau daya dukung lahan agar dapat menampung segala aktivitas fisik di atasnya. Demi mencapai tujuan itu, diperlukan suatu alokasi pemanfaatan guna lahan.
Rencana tata ruang merupakan dasar pemanfaatan ruang atau lahan. Rencana tata ruang adalah produk rencana yang berisi rencana pengembangan struktur ruang dan rencana pola pemanfaatan ruang yang hendak dicapai pada akhir tahun perencanaan. Rencana tata ruang yang berkualitas merupakan prasyarat dalam penyelenggaraan penataan ruang. Namun, rencana tata ruang tersebut harus didukung dengan pengendalian pemanfaatan ruang yang tegas dan konsisten untuk menjamin agar pemanfaatan ruang atau lahan dapat tetap sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik lingkungan yang spesifik. Zonasi terhadap lahan adalah salah satu hal penting dalam kegiatan perencanaan wilayah. Bintarto (1989) menjelaskan bahwa perkembangan kota dapat dilihat dari aspek zona-zona yang berada di dalam wilayah perkotaan. Perkembangan kota terlihat dari penggunaan lahan yang membentuk zona-zona tertentu dalam ruang perkotaan. Zonasi ini muncul karena terdapat perbedaan nilai lahan akibat munculnya pembagian lahan (zoning) sesuai dengan kebutuhan dan fungsi lahan tersebut.  Penetapan pembagian zona terinci dalam rencana tata ruang. Contoh pembagian zona lahan, seperti lahan untuk kegiatan industri, lahan untuk perumahan, lahan untuk kegiatan perdagangan dan jasa, dan lahan untuk kegiatan pemerintahan. Dengan adanya zoning dan peraturan zonasi yang telah terinci dalam rencana tata ruang,  diharapkan kegiatan pembangunan dapat berjalan baik karena terdapat pemisahan guna lahan sehingga dapat tercapainya penggunaan lahan secara maksimal tanpa adanya gangguan dari penggunaan lahan lain yang ada di dekatnya. 
Struktur ruang merupakan suatu susunan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan serta sistem prasarana maupun sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial-ekonomi yang secara hirarki berhubungan fungsional. Rencana struktur ruang wilayah kota merupakan kerangka sistem pusat-pusat pelayanan kegiatan kota yang berhierarki dan satu sama lain dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah kota. Struktur ruang kota memiliki elemen-elemen pembentuk, yaitu
  1. Kumpulan dari pelayanan jasa termasuk di dalamnya perdagangan, pemerintahan, keuangan yang cenderung terdistribusi secara berkelompok dalam pusat pelayanan.
  2. Kumpulan dari industri sekunder (manufaktur) pergudangan dan perdagangan grosir yang cenderung untuk berkumpul pada suatu tempat.
  3. Lingkungan permukiman sebagai tempat tinggal dari manusia dan ruang terbuka hijau.
  4. Jaringan transportasi yang menghubungkan ketiga tempat di atas.
Terdapat 3 teori utama yang melandasi struktur ruang kota, yaitu :
1.  Teori Konsentris (Burgess, 1925) yang menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Bussiness District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota.
2.  Teori Sektoral (Hoyt, 1939) menyatakan bahwa DPK atau CBD memiliki pengertian yang sama dengan yang diungkapkan oleh Teori Konsentris.
3. Teori Pusat Berganda (Harris dan Ullman, 1945) menyatakan bahwa DPK atau CBD adalah pusat kota yang letaknya relatif di tengah-tengah sel-sel lainnya dan berfungsi sebagai salah satu “growing points”. Zona ini menampung sebagian besar kegiatan kota, berupa pusat fasilitas transportasi dan di dalamnya terdapat distrik spesialisasi pelayanan, seperti “retailing” distrik khusus perbankan, teater dan lain-lain (Yunus, 2000:49).
Jadi, kesimpulan yang dapat diambil adalah pusat kota (CBD) merupakan pusat segala aktivitas kota dan merupakan lokasi strategis untuk berbagai aktivitas terutama dalam kegiatan perdagangan karena memiliki aksesibilitas yang tinggi. Dan semakin dekat dengan pusat kota (CBD) maka nilai lahan akan semakin tinggi. Terdapatnya perbedaan zona lahan dan struktur ruang kota dipengaruhi oleh lokasinya terhadap pusat kota atau pasar.





Sumber :  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar