Kamis, 26 Januari 2012

Teori Tempat Pusat - Teori Christaller

     Walter Christaller (1933) dengan model tempat sentral (central lace model) mengemukakan bahwa tanah yang positif adalah tanah yang mendukung pusat kota. Pusat kota tersebut ada karena untuk berbagai jasa penting harus disediakan tanah/lingkungan sekitar. Secara ideal maka kota merupakan pusat daerah yang produktif. Dengan demikian apa yang disebut tempat sentral adalah pusat kota. Berdasarkan prinsip aglomerasi (scale economics atau ekonomi skala menuju efisiensi atau kedekatan menuju sesuatu), ekonomi kota besar menjadi pusat daerahnya sendiri dan pusat kegiatan kota yang lebih kecil. Artinya, kota kecil bergantung pada tersedianya dan adanya kegiatan yang ada pada kota besar. 
     Asumsi-asumsi dalam penyusunan teori oleh Christaller:
  1. Konsumen menanggung ongkos angkutan, maka jarak ke tempat pusat dinyatakan dalam biaya dan waktu.
  2. Jangkauan (range) suatu barang ditentukan oleh jarak yang dinyatakan dalam biaya dan waktu.
  3. Konsumen memilih tempat pusat yang paling dekat untuk mendapatkan barang dan jasa.
  4. Kota-kota berfungsi sebagai tempat pusat bagi wilayah sekitarnya.
  5. Wilayah tersebut adalah dataran yang rata, mempunyai cirri-ciri ekonomis sama dan penduduknya juga tersebar secara merata.
    Teori ini didasarkan pada konsep range (jangkauan) dan threshold (ambang). Range (jangkauan) adalah jarak tempuh yang diperlukan untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan masyarakat, sedangkan threshold (ambang) adalah jumlah minimal anggota masyarakat yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan suplai barang. Menurut teori ini, tempat yang sentral secara hierarki dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
  1. Tempat sentral yang berhirarki 3 (K = 3), merupakan pusat pelayanan berupa pasar yang senantiasa menyediakan barang-barang bagi daerah sekitarnya, atau disebut juga kasus pasar optimal.
  2. Tempat sentral yang berhierarki 4 (K = 4), merupakan situasi lalu lintas yang optimum. Artinya, daerah tersebut dan daerah sekitarnya yang terpengaruh tempat sentral itu senantiasa memberikan kemungkinan jalur lalu lintas yang paling efisien.
  3. Tempat sentral yang berhierarki 7 (K = 7), merupakan situasi administratif yang optimum. Artinya, tempat sentral ini mempengaruhi seluruh bagian wilayah-wilayah tetangganya.
     Christaller mengembangkan modelnya untuk suatu wilayah abstrak dengan ciri berikut :
  1. Wilayahnya adalah daratan tanpa roman, semua adalah datar dan sama.
  2. Gerakan dapat dilaksanakan ke segala arah (isotropic surface).
  3. Penduduk memiliki daya beli yang sama dan tersebar secara merata pada seluruh wilayah.
  4. Konsumen bertindak rasional sesuai dengan prinsip minimisasi jarak/biaya.
    Penjelaskan model Christaller tentang terjadinya model area pelayanan heksagonal adalah sebagai berikut :

Model Pelayanan Heksagonal Christaller
  1. Mula-mula terbentuk area pelayanan berupa lingkaran-lingkaran. Setiap lingkaran memilik pusat dan menggambarkan threshold. Lingkaran-lingkaran ini tidak tumpang tindih seperti pada (gb. A)
  2. Kemudian digambarkan lingkaran-lingkaran berupa range dari pelayanan tersebut yang lingkarannya boleh tumpang tindih (gb. B)
  3. Range yang tumpang tindih dibagi antara kedua pusat yang berdekatan sehingga terbentuk areal yang heksagonal yang menutupi seluruh dataran yang tidak lagi tumpang tindih (gb. C).
  4. Tiap pelayanan berdasarkan tingkat ordenya memilik heksagonal sendiri-sendiri. Dengan menggunakan k=3, pelayanan orde I lebar heksagonalnya adalah 3 kali heksagonal pelayanan orde II. Pelayanan orde II lebar heksagonalnya adalah 3 kali heksagonal pelayanan orde III, dan seterusnya. Tiap heksagonal memiliki pusat yang besar kecilnya sesuai dengan besarnya heksagonal tersebut. Heksagona yang sama besarnya tidak saling tumpang tindih, tetapi antara heksagonal yang tidak sama besarnya akan terjadi tumpang tindih (gb. D).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar