Kamis, 26 Juli 2012

Daya Saing Wilayah


Definisi daya saing wilayah adalah sebagai berikut :
  • Departemen Perdagangan dan Industri di Inggris (1998) = Kemampuan untuk menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas, dengan harga yang tepat, pada waktu yang tepat.
  • Dunning et al. (1998) = Cara untuk membahas perkembangan ekonomi secara relatif dalam arti pembandingan. Daya saing wilayah dapat membantu dalam mengidentifikasi kondisi ekonomi wilayah yang tertinggal.
  • Komisi Eropa (1996) = Kemampuan daerah (wilayah) untuk menghasilkan barang dan jasa yang sesuai pasar internasional, serta menjaga tingkat pendapatan yang berkelanjutan. Jadi, agar wilayah tersebut menjadi kompetitif, sangat penting untuk menjaga kualitas dan kuantitas pekerjaan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa daya saing wilayah adalah kemampuan suatu wilayah (daerah), masyarakat, dan pemerintah dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan terbuka pada persaingan domestik dan internasional, serta kemampuan untuk lebih mengoptimalkan lagi sumber daya alam agar lebih tergali dan berpotensi, sehingga pengetahuan dan keunggulan komparatif wilayah tersebut dapat digunakan para pengambil kebijakan untuk mendorong perubahan struktur perekonomian daerah ke arah sektor yang memiliki keunggulan kompetitif. Yang dimaksud potensi daerah disini meliputi SDA, SDM, dan sumber daya buatan yang dapat dimanfaatkan sebagai kemampuan daerah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Daya saing suatu wilayah bergantung pada sumber daya alamnya serta kreativitas dan inovasi dari para pelaku ekonomi lokal untuk memanfaatkan potensi yang ada. Berikut ini adalah tipe dari persaingan antar wilayah :
  1. Persaingan harga, yaitu dimana pemerintah dari wilayah yang berbeda berusaha untuk menarik investor melalui pajak dan gaji yang lebih rendah, atau dengan subsidi yang lebih tinggi. Bentuk persaingan ini dicirikan oleh “siapa yang menang” dan “siapa yang kalah”. Bentuk ini juga sering mengarah ke ras bawah yang menghasilkan tenaga kerja dan standar lingkungan yang buruk.
  2. Persaingan dinamis, yang berdasarkan winwin concept. Atas dasar kemampuan yang dimilikinya, tiap wilayah berusaha untuk mengembangkan keunggulan kompetitif. Konsep ini bertujuan untuk mencapai spesialisasi lokal yang memungkinkan wilayah lain untuk bekerja sama dalam konteks pembangunan.
 Indikator dalam daya saing wilayah menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut :
a     Porter ( 1998 )
·      faktor kondisi
·      faktor permintaan
·      faktor yang terkait dengan industri dan pendukung
·      strategi, struktur dan persaingan
        Peter Kresl
·    Tingkat keterampilan dan pendapatan
·    Produksi barang ataupun jasa
·   Elastisitas permintaan barang dan jasa dan persamaan karakteristik yang berbasis produksi.
· Ketenagakerjaan yang dipertimbangkan dengan dasar menentukan tingkat pertumbuhan yang sesuai tanpa persaingan pasar yang berlebihan.

Metode Benchmarking (pembandingan) merupakan alat untuk mengembangkan keunggulan kompetitif dalam sebuah organisasi, berdasarkan adaptasi kreatif atau inovatif yang ada praktek terbaik. Di samping itu, metode ini dapat dipakai untuk mengukur daya saing suatu wilayah. Benchmarking terbagi atas 2 bagian, yaitu:
a. Internal Benchmarking, didasarkan pada analisis proses dan output dalam suatu perusahaan, organisasi atau wilayah. selain itu, memungkinkan untuk melakukan percobaan yang lebih lanjut sebelum memulai studi eksternal yang berasal  dari lingkup yang lebih besar agar ada penyesuaian terhadap informasi yang lebih banyak.
b.   Eksternal Benchmarking  dibagi menjadi dua jenis: 
  • Benchmarking Kompetitif = Didasarkan pada analisis dan perbandingan yang dilakukan dengan kompetisi. Metode ini lebih mudah dipahami karena  berorientasi pada produk, layanan dan proses kerja dari para pesaing secara  langsung. 
  •  Fungsi atau Generik Benchmarking = Didasarkan pada perbandingan antar organisasi yang tidak mungkin menjadi pesaing langsung. Objek dari  untuk menyoroti best practices dari sebuah perusahaan yang  diakui sebagai suatu pimpinan tertinggi. Hal ini sering disebut sebagai 'generik' karena diarahkan pada fungsi dan proses-proses yang umum bagi banyak perusahaan dalam sektor apapun, termasuk manufaktur, teknik, SDM, pemasaran, distribusi dan penagihan.
Alur Proses Benchmarking terdiri dari 5 tahapan, yaitu:
  1. Definition of Objectives = Berfungsi untuk menjelaskan hasil yang diharapkan, diperoleh dari benchmarking, dan membandingkan mereka dengan sumberdaya yang tersedia untuk melaksanakan kegiatan tersebut. 
  2. Internal Diagnostic = Mengidentifikasi proses kunci dari sebuah perusahaan atau organisasi. Hal ini mencakup mengidentifikasi daerah-daerah atau proses yang perlu ditingkatkan, seperti: kompetensi inti organisasi, proses pusat atau kritis daerah, di mana sangat tergantung pada kepuasan klien atau pengguna.
  3. Perbandingan  = Mengidentifikasi perusahaan-perusahaan atau organisasi pada wilayah penelitian, Dengan demikian terbentuk perwakilan dari setiap jenis yang dihasilkan dari best practices. Selain itu, juga penting untuk perhitungan biaya dan kemudahan akses ke informasi yang tersedia. Tujuannya adalah untuk mengetahui perusahaan-perusahaan yang memiliki kualitas yang baik.
  4. Mendefinisikan kegiatan  = Dilakukan untuk menganalisis kegiatan-kegiatan dari suatu perusahaan yang menjadi faktor bagaimana suatu perusahaan bisa berada pada kualitas terbaik.
  5. Pelaksanaan/ implementasi = Pelaksanaan keseluruhan proses harus dipantau untuk menilai dampak yang dapat muncul. Selain itu, pelaksanaan juga digunakan untuk menyesuaikan tindakan yang harus diperlukan.





Pengembangan Ekonomi Wilayah


Berikut adalah definisi pengembangan ekonomi wilayah menurut beberapa ahli :
1.    Menurut Blakely(1994)
Pengembangan ekonomi wilayah adalah sebuah proses di mana pemerintah daerah atau organisasi berbasis masyarakat terlibat untuk merangsang atau mempertahankan kegiatan bisnis atau pekerjaan. Tujuan utama pembangunan ekonomi lokal adalah untuk merangsang kesempatan kerja di sektor-sektor yang meningkatkan masyarakat, menggunakan jasa manusia, alam dan kelembagaan sumber daya.
2.    Menurut Malecki(1991)
Pengembangan ekonomi wilayah adalah  kombinasi fitur kualitatif dan kuantitatif ekonomi suatu daerah, yang secara kualitatif atau struktur dari yang paling berarti. Atribut kualitatif termasuk jenis pekerjaan, tidak hanya jumlah dan jangka panjang serta karakteristik struktural, melainkan seperti kemampuan untuk membawa aktivitas ekonomi baru dan kapasitas untuk memaksimalkan manfaat yang masih ada dalam wilayah.

Dalam pengembangan ekonomi wilayah, juga dikenal istilah pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi memiliki dua dimensi yaitu dimensi kuantitatif dan dimensi kualitatif. Dimensi kuantitatif, keuntungannya diukur melalui peningkatan kemakmuran dan tingkat pendapatan, ketersediaan dari barang dan jasa, peningkatan keamanan finansial, dan lain-lain. Sedangkan dimensi kualitatif menciptakan kesetaraan sosial, dengan menciptakan pembangunan berkelanjutan, dan menciptakan penyebaran (pemerataan) ketenagakerjaan dan menciptakan peningkatan kualitas kehidupan suatu wilayah.
Pembangunan ekonomi juga memiliki dimensi produk dan dimensi proses. Produk lebih menekankan kepada hasil. Sedangkan proses lebih memperhatikan kebijakan, strategi, maksud, serta sumberdaya yang digunakan untuk mencapai hasil, yang termasuk pengaturan institusional.
Jadi, pembangunan ekonomi wilayah berarti suatu aplikasi dari proses ekonomi dan penerimaan sumberdaya pada suatu wilayah yang menghasilkan pembangunan yang berkelanjutan, dan memacu hasil perekonomian pada suatu wilayah yang menghasilkan nilai serta pencapaian bisnis, penduduk, serta pendatang.      

Teori Kutub Pertumbuhan Ekonomi (Growth Pole Theory)


Teori ini dipelopori oleh Francois Perroux, seorang ahli ekonomi regional bekebangsaan Perancis. Teori ini berlandaskan pada Teori Shcumpeter, yang menyatakan bahwa peran inovasi (kewiraswastaan) di dalam meningkatkan pertumbuhan atau pembangunan ekonomi.
Teori aglomerasi (kutub pertumbuhan) adalah pemusatan spasial berhubungan dengan industri yang berisi dorongan pertumbuhan pada pusat kota melalui pemekaran dan menginduksi pertumbuhan kota yang jauh dari pinggir pantai.
Teori Growth Pole dapat diartikan sebagai berikut :
¨ Salah satu alat utama yang dapat melakukan penggabungan antara prinsip-prinsip sentralisasi dengan desentralisasi.
¨  Teori yang menjadi dasar strategi kebijaksanaan pembangunan wilayah melalui industri daerah.
¨  Pembangunan atau pertumbuhan tidak terjadi di segala tata-ruang. Akan tetapi, terjadi hanya terbatas pada beberapa tempat tertentu dengan variabel-variabel yang berbeda intensitasnya.
¨   Salah satu cara untuk menggalakan kegiatan pembangunan suatu daerah tertentu melalui pemanfaatan aglomeration economies sebagai faktor pendorong utama.

Teori Growth Pole dapat pula diartikan secara fungsional dan secara geografis.
·    Secara Fungsional
Suatu lokasi pemusatan kelompok usaha atau cabang industri yang hubungannya bersifat memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu mestimulasi kehidupan ekonomi baik kedalam maupun keluar (daerah belakangnya). (Tarigan: 128-129)
·     Secara Geografis
Suatu lokasi yang memiliki tingkat aksesibilitas tinggi sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction), yang menyebabkan banyak usaha tertarik untuk berlokasi didaerah tersebut dan masyarakat senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada. (Tarigan: 128-129).

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam suatu ruang terdapat pusat-pusat yang memiliki kekuatan untuk mengembangkan pusat itu sendiri dan untuk berkembang secara lebih luas, mempengaruhi daerah sekitarnya. Selain itu, dari pengertian diatas, dapat disimpulkan inti dari Teori Growth Pole, yaitu :
¨ Dalam proses pembangunan akan timbul industri unggulan yang merupakan industri penggerak utama dalam pembangunan suatu daerah. Keterkaitan antar industri sangat erat, maka perkembangan industri unggulan akan mempengaruhi perkembangan industri lain yang berhubungan dengan industri unggulan.
¨  Pemusatan industri pada suatu daerah akan mempercepat pertumbuhan perekonomian karena akan menciptakan pola konsumsi yang berbeda antar daerah.
¨  Perekonomian merupakan gabungan dari sistem industri yang relatif aktif (unggulan) dengan industri yang relatif pasif atau industri yang tergantung industri unggulan.

Terjadinya suatu aglomerasi ditandai dengan adanya beberapa hal sebagai berikut :

  • žScale economies = keuntungan yang timbul karena pusat pengembangan memungkinkan beberapa industri bergabung dalam operasi skala besar, karena ada jaminan sumber bahan baku dan pasar.
  • Localization Economies = timbul akibat adanya saling keterkaitan antar industri sehingga kebutuhan bahan baku dan pasar dapat dipenuhi dengan mengeluarkan ongkos angkut yang minimum.
  • Urbanization economies = timbul karena fasilitas pelayanan sosial dan ekonomi yang dapat digunakan secara bersamaan sehingga pembebanan ongkos untuk masing-masing perusahaan dapat dilakukan serendah mungkin.

Tidak semua kota dapat digolongkan sebagai pusat pertumbuhan, tetapi sebagai suatu pusat pertumbuhan harus memiliki empat ciri sebagai berikut :
¨    Adanya hubungan intern dari berbagai macam kegiatan
Adanya keterkaitan satu sektor dengan sektor lainnya sehingga apabila ada satu sektor yang tumbuh akan mendorong sektor lain karena saling terkait. Berbagai komponen kehidupan kota akan saling mendukung terciptanya pertumbuhan.
¨      Ada efek penggandaan (multiplier effect)
Adanya keterkaitan antar sektor akan menciptakan efek penggandaan. Permintaan pada satu sektor akan menciptakan produksi pada sektor tersebut maupun sektor lain yang terkait, dan pada akhirnya akan terjadi akumulasi modal. Multiplier effect sangat berperan dalam suatu kota untuk memacu pertumbuhan daerah belakangnya.
¨      Adanya konsentrasi geografis
Konsentrasi geografis dari berbagai sektor dapat menciptakan efisiensi diantara sektor yang saling membutuhkan. Selain itu juga meningkatkan daya tarik dari kota tersebut.
¨      Bersifat mendorong daerah belakangnya
Hal ini dapat terjadi apabila hubungan antara kota dan wilayah harmonis. Misalnya kota membutuhkan bahan baku dari wilayah belakangnya dan menyediakan berbagai kebutuhan wilayah belakang untuk dapat mengembangkan dirinya. 

Pembangunan Berkelanjutan


Pembangunan berkelanjutan merupakan model perencanaan pembangunan yang pertama kali diterapkan di Negara Inggris. Sejak tahun 2004 perencanaan maupun implementasi pembangunan berkelanjutan menjadi prioritas utama dalam penyusunan undang-undang.
Pembangunan berkelanjutan dirumuskan sebagai “pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi masa kini, tanpa mengurangi hak dan kesempatan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya” 4 hal yang mendasari defenisi pembangunan berkelanjutan yakni:
a.      Perkembangan sosial  dengan mempertimbangkan kebutuhan dasar manusia.
b.      Perlindungan evektif terhadap lingkungan
c.      Alokasi sumberdaya alam secara efektif
d.      Maintenance pertumbuhan ekonomi

Pembangunan berkelanjutan adalah upaya mengarahkan agar proses-proses pembangunan ekonomi, masyarakat dan lingkungan berjalan secara seimbang. Karena itu implementasi strategi pembangunan berkelanjutan harus me libatkan negosiasi-negosiasi antara kelompok-kelompok interest utama (stakeholders) yang berkaitan dengan ketiga proses pembangunan tersebut.
Pendekatan Perencanaan Pembangunan Berkelanjutan mengkombinasikan prinsip  prinsip dan metode-metode korporasi, community based, dan perencanaan lingkungan untuk menciptakan pendekatan perencanaan strategis yang yang bersifat public. Perencanaan pembangunan berkelanjutan memanfaatkan metoda dan alat perencanaan pembangunan yang berbeda itu dalam rangka membantu masyarakat untuk:

  • menyeimbangkan faktor-faktor ekonomi, komunitas, dan lingkungan hidup ke dalam suatu disain proyek pembangun - an dan strategi-strategi pelayanan publik,
  • melibatkan secara penuh kelompok - kelompok kepentingan yang relevan, pengguna pelayanan di dalam mengembangkan strategi-strategi pelayanan yang dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan dari warga yang berkepentingan,
  • menciptakan strategi-strategi pelayanan yang bisa berkelanjutan, karena strategi strategi itu memfokuskan pada masalah sistemnya, daripada sekedar memusatkan perhatian pada gejalanya; dan karena strategi-strategi itu mempertimbangkan kecenderungan dan kendala-kendala jangka panjang.
Hubungan desa-kota merupakan salah satu strategi kunci dalam pembangunan berkelanjutan. Indikator pergerakan dari desa ke kehidupan kota adalah sebuah keberlanjutan dalam beberapa dekade saat ini. Hal ini memiliki tendensi bahwa pada masa lalu terdapat perbedaan antara proyek pembangunan antara lingkungan desa dan lingkungan kota (sehingga banyak orang-orang desa yang tertarik untuk bergerak ke kota). Perbedaan yang ada juga dapat terlihat dari segi sosial, ekonomi dan lingkungan antara keduanya sehingga diperlukan keseimbangan dan dukungan untuk membangunan dua area tersebut.
  • aliran pertumbuhan kapital (publik dan privat);
  • penduduk (migrasi dan komunitas/masyarakat);
  • barang (perdagangan) antara area desa dan kota.
Hubungan desa-kota dapat timbul berdasarkan kesamaan antara ekonomi, demografi dan lingkungan yang ada pada desa dan kota. Perlu adanya pembangunan pada keduanya sebagai tempat tinggal manusia. Selain itu, pula dibutuhkan kebijakan yang mengatur dan membatasi urbanisasi agar tetap tercipta keseimbangan di kota. Jika selama ini investasi infrastruktur, fisik dan ekonomi difokuskan pada perkotaan, maka perlu adanya pengembangan hal yang sama di pedesaan agar dapat meningkatkan produktivitas masyarakat pedesaan.

Persebaran kota (urban sprawl) dan migrasi desa, pembangunan industri dan meningkatnya kapitalistik selama seabad terakhir telah banyak menciptakan pengembangan kota-kota besar. Pada negara berkembang, pertumbuhan kota terus meningkat dari tahun ke tahun. Keadaan seperti ini kemudian memacu adanya migrasi dari desa ke kota yang dapat memberikan dampak negatif terhadap kota dan mengurangi sumber daya manusia yang menggarap pertanian yang pada akhirnya menyebabkan penurunan lingkungan dan penurunan kualitas hidup sebagai akibat dari infrastruktur yang tidak lagi memadai karena jumlah populasi yang terus meningkat (reurbanisasi).
  • Alokasi terhadap kepemilikan lahan, pembatasan wilayah, alur yang jelas terhadap pembelian, penyewaan, pemberian, dll.
  • Kontrol terhadap guna lahan, perencanaan dan resolusi konflik.
  • Penilaian lahan dan pemberlakuan pajak.

Hubungan desa-kota pada umumnya mengacu pada:
Aspek multidimensi hubungan antara desa –kota, keterkaitan antara keduanya tidak hanya disebabkan oleh tipologinya yang bertetanggaan saja, melainkan banyak aspek (multidimensional) yang berperan dalam peningkatan dan pengembangan desa-kota. Dalam pengelolaan sumber daya alam perlu diperhatikan dari segi sosial, ekonomi dan lingkungan yang berfungsi sebagai penyediaan dasar bagi kesejahteraan manusia. Berikut adalah Gambar diagram keterkaitan desa-kota :

                     
Diagram Stig Enemark


Dan berikut adalah isu tentang desa-kota :

Dari gambar diatas dapat disimpulkan :

    • Hubungan desa-kota, berdasarkan kesamaan antara ekonomi, demografi dan lingkungan yang ada pada desa dan kota perlu adanya pembangunan pada keduanya sebagai tempat tinggal manusia. Selain itu pula dibutuhkan kebijakan yang mengatur dan membatasi urbanisasi agar tetap tercipta keseimbangan di kota. Jika selama ini, investasi infrastruktur, fisik dan ekonomi difokuskan pada perkotaan, maka perlu adanya pengembangan hal yang sama di pedesaan agar dapat meningkatkan produktivitas masyarakat pedesaan.
    • Persebaran kota (urban sprawl) dan migrasi desa, pembangunan industri dan meningkatnya kapitalistik selama seabad terakhir telah banyak menciptakan pengembangan kota-kota besar. Pada negara berkembang, pertumbuhan kota terus meningkat dari tahun ke tahun. Keadaan seperti ini kemudian memacu adanya migrasi dari desa ke kota yang dapat memberikan dampak negatif terhadap kota dan mengurangi sumber daya manusia yang menggarap pertanian yang pada akhirnya menyebabkan penurunan lingkungan dan penurunan kualitas hidup sebagai akibat dari infrastruktur yang tidak lagi memadai karena jumlah populasi yang terus meningkat (reurbanisasi).
Kebijakan lahan, peraturan dan regulasi dalam administrasi lahan perlu diterapkan dalam sistem operasional dan proses penentuan nilai  dan penggunaan lahan. Regulasi tersebut harus memuat:
    • Alokasi terhadap kepemilikan lahan, pembatasan wilayah, alur yang jelas terhadap pembelian, penyewaan, pemberian, dll.
    • Kontrol terhadap guna lahan, perencanaan dan resolusi konflik.
    • Penilaian lahan dan pemberlakuan pajak.






Rabu, 25 Juli 2012

Analisis Cluster



Analisis Cluster termasuk dalam salah satu jenis analisis multivariate yang memiliki tujuan untuk mengelompokkan objek-objek berdasarkan karakteristik yang dimiliki. Tujuan utama dari analisis Cluster ini adalah untuk mengetahui struktur data dengan menempatkan kesamaan objek (variabel) kedalam satu grup (cluster) yang memiliki karakteristik tertentu dan dapat dibedakan antara satu dengan yang lainnya untuk dilakukan analisis dan interpretasi lebih lanjut. Cluster-cluster yang terbentuk memiliki homogenitas internal yang tinggi dan heterogenitas eksternal yang tinggi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa analisis Cluster adalah analisis multivariate yang berfungsi untuk mengelompokkan objek sehingga tiap objek yang memilki kedekatan atau kesamaan karakteristik dengan objek lainnya berada pada cluster yang sama.
Sebelum melakukan analisis Cluster, terdapat 3 hal yang perlu diperhatikan :
a. Mengukur kemiripan objek, dimana dapat dilakukan dengan mengelompokkan atau memisahkan objek berdasar kesamaan atau kemiripan atau kedekatan antar objek.
b. Membentuk Cluster, dimana dilakukan melalui pengidentifikasian dua observasi yang memiliki tingkat kemiripan yang terdekat yang belum ada di cluster yang sama dan mengkombinasikan cluster-clusternya.
c.  Menentukan jumlah Cluster sebagai hasil akhir, dimana menghasilkan jumlah cluster secara hierarki.

Terdapat 2 metode pembentukan cluster, yaitu :
     Metode hierarki
Adalah teknik pengelompokkan yang membentuk konstruksi hierariki atau kelompok tertentu seperti pohon sehingga proses pengelompokkan dilakukan secara bertahap. Metode hierarki memiliki jenis, yaitu :
·      Metode aglomerasi
Pada metode ini, tiap objek pada mulanya dianggap sebagai cluster tersendiri sehingga terdapat cluster sebanyak jumlah observasi. Kemudian dua cluster yang terdekat kesamaannya digabung menjadi suatu cluster baru, sehingga jumlah cluster berkurang satu pada tiap tahap.
·      Metode divisif
Metode ini diawali dengan membagi n objek menjadi 2 cluster. Tiap cluster dibagi dalam dua kelompok lagi dan seterusnya sehingga akan terdapat n buah cluster yang berisikan satu objek atau n cluster yang dibutuhkan.

     Metode non-hierarki (partisi)
Dimulai dengan memilih cluster sesuai jumlah keinginan lalu objek digabungkan dalam cluster-cluster. Dalam metode ini dikenal sebuah analisis, yakni analisis K-means dimana analisis ini berguna untuk mengelompokkan sejumlah kasus besar (>200 kasus) dengan didasarkan pada jarak terkecil antara kasus dan pusat cluster. Output yang dihasilkan berupa diagram dendogram dan analisis koefisien aglomerasi. Diagram dendogram adalah suatu diagram pohon yang menggambarkan penggabungan atau pemisahan antra objek menjadi cluster dalam tiap tahap pemrosesan, sedang jarak antar pengelompokka merupakan interpretasi beberapa kedekatan penggabungan objek dalam cluster.

Keuntungan penggunaan metode hierarki dalam analisis Cluster adalah mempercepat pengolahan dan menghemat waktu karena data yang diinputkan akan membentuk hierarki atau membentuk tingkatan tersendiri sehingga mempermudah dalam penafsiran, namun kelemahan dari metode ini adalah seringnya terdapat kesalahan pada data outlier, perbedaan ukuran jarak yang digunakan, dan terdapatnya variabel yang tidak relevan. Sedang metode non-hierarki memiliki keuntungan dapat melakukan analisis sampel dalam ukuran yang lebih besar dengan lebih efisien. Selain itu, hanya memiliki sedikit kelemahan pada data outlier, ukuran jarak yang digunakan, dan variabel tak relevan atau variabel yang tidak tepat. Sedangkan kelemahannya adalah untuk titik bakal  random lebih buruk dari pada metode hirarkhi.

Berikut ini adalah tahapan kerja analisis Cluster dengan menggunakan SPSS :
1.   Buka lembar kerja SPSS
2.   Tentukan nama variabel jenis data pada variabel view
3.   Masukkan data ke data view
4.   Untuk analisisnya, klik menu Analyze, pilih sub menu Classify, pilih Hierarchial Cluster
5.   Masukkan semua variabel ke kotak variabel
6.   Klik statistics
7.   Pada box Statistics, dibagian cluster membership aktifkan Agglomeration Scedule. Isikan Range of Solutions sesuai kebutuhan, misal dari range 2 hingga 4. Hal ini menunjukkan bahwa cluster yang akan ditampilkan nantinya antara 2 hingga 4.
8.   Klik continue dan kembali ke box awal
9.   Klik Plots. Pada box Plots, aktifkan Dendogram, dimana dendogram ini berguna untuk memperlihatkan proses terbentuknya cluster secara grafis. Pada icicle pilih None dimana tidak ada icicle yang ditampilkan pada output.
10. Klik continue dan kembali ke box awal
11.  Klik Method. Pada box Method pilih Between Group Linkage.
12.  Klik continue dan kembali ke box awal
13.  OK

Analisis Crosstab


Metode Crosstab disebut juga sebagai metode tabulasi silang. Metode Crosstab merupakan metode yang menggunakan uji statistik untuk mengidentifikasi dan mengetahui korelasi antara dua variabel (Gasperz, 1992). Definisi lain mengenai metode Crosstab juga diungkapkan oleh Santoso (2000), dimana metode tabulasi silang (crosstab) merupakan metode untuk menganalisis keterkaitan beberapa faktor yang disusun menjadi kolom dan baris. Adapun data tersebut merupakan data kualitatif, khususnya data yang berskala nominal dan ordinal. Jadi, metode Crosstab merupakan suatu bentuk analisis statistik deskriptif yang dipergunakan untuk mengetahui korelasi antar dua variabel sederhana dimana hasil tabulasi yang dilakukan disajikan ke dalam bentuk tabel dengan variabel yang tersusun sebagai kolom dan baris. Dalam hal ini, baris berisikan variabel terpengaruh (dependent variable) dan kolom berisikan variabel mempengaruhi (independent variable).
Dalam analisis Crosstab terdapat sebuah uji yaitu Uji Chi Square Pearson dimana nilai atau hasil dari uji ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel baris dan kolom yang diinputkan. Uji ini memiliki hipotesis, yaitu
Ho = tidak ada hubungan antara baris dan kolom
H1 = ada hubungan antara baris dan kolom
Hipotesis tersebut memiliki asumsi jika Ho diterima, maka H1 ditolak. Jika Ho ditolak, maka H1 diterima. Ho diterima bila nilai Chi Square hitung lebih kecil dari chi square tabel, dan bila nilai Chi Square hitung lebih besar dari Chi Square tabel maka Ho ditolak. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan adalah Chi Square tabel bisa dihitung dengan tingkat signifikansi 5%. Jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05, maka Ho diterima (tidak ada korelasi antara dua variabel), dan jika probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka Ho ditolak (ada korelas antara dua variabel).
Uji lainnya yang juga terdapat dalam analisis Crosstab adalah Uji Contingency Coefficient. Uji ini digunakan untuk mengetahui kuatnya hubungan antara dua variabel. Yang perlu diperhatikan dari uji ini adalah bila Ho diterima, maka tidak perlu untuk melihat nilai dari Uji Contingency Coefficient ini karena kedua variabel tidak punya ketekaitan, namun bila Ho hasil uji Chi Square ditolak, maka perlu untuk melihat nilai Contingency antar dua variabel karena ada keterkaitan di dalamnya. Selain itu, didalam analisis Crosstab juga terdapat nilai Lambda. Nilai ini berfungsi untuk mengetahui pengaruh variabel kolom dan baris. Nilai Lambda berkisar antara 0-1. Bila mendekati 0, maka terdapat faktor lain yang mempengaruhi variabel terikat (dependent variable).

Berikut adalah tahapan kerja dalam analisis Crosstab :
1.   Buka program kerja SPSS
2.   Tentukan nama variabel jenis data pada variabel view
3.   Masukkan data ke data view
4.  Untuk analisisnya, klik menu Analyze pilih Descriptive Statistics pilih Crosstabs
5. Tentukan dependent dan independent variabelnya, dimana row berisikan dependent variabel/variabel yang dipengaruhi dan column berisikan independent variable/variabel penyebab
6.   Lalu, klik Statistics centang pada Chi-Square dan Correlations. Pilih semua menu kategori pada Nominal (Contingency Coefficient, Phi and Cramer’s V, Lambda, dan Uncertainty Coeffient), klik continue
7.   Kembali ke menu awal, klik menu Cells pada counts pilih Observed klik Continue
8.  Kembali ke menu awal, klik menu Format pada row order pilih Ascending Continue
9.  Klik pada Display Clustered Bar Charts jika ingin menampilkan diagram bar dalam output
10.    OK

Analisis Diskriminan


Analisis Diskriminan adalah teknik analisis statistik untuk menggolongkan populasi/individu/objek menjadi kelompok-kelompok sendiri dalam sekumpulan variabel independent. Analisis Diskriminan merupakan salah satu alat analisis statistika menggunakan metode  analisis statistik multivariate. Analisis Diskriminan pertama kali diperkenalkan oleh Fisher (1936). Analisis Diskriminan dapat digunakan untuk mengetahui variabel-variabel penciri yang membedakan kelompok populasi yang ada dan juga dapat dipergunakan sebagai kriteria pengelompokkan. Keberadaan variabel penciri ini berguna untuk mengintervensi variabel manakah yang dapat dimaksimalkan atau dimimalkan pengaruhnya sehingga akan memperkecil tingkat kesalahan pada hasil perhitungan nantinya. Analisis Diskriminan terbagi menjadi 2 jenis, yaitu analisis Diskriminan 2 grup, dimana memiliki 2 variabel penciri, dan analisis Diskriminan 3 grup yang memiliki lebih dari 2 variabel penciri.
Pada prinsipnya, analisis Diskriminan hampir sama dengan analisis Regresi karena termasuk dalam dependence method yang memiliki variabel terpengaruh (dependent variable) yang berada dalam baris (Y) dan variabel mempengaruhi (independent variable) yang berada dalam kolom (X). Keberadaan Dependence method berguna untuk mengklasifikasikan objek beberapa kelompok. Kombinasi linier dari variabel-variabel yang ada akan membentuk suatu fungsi diskriminan (Tatham et. al.,1998).

Berikut ini adalah langkah-langkah dalam analisis Diskriminan :
1. Menentukan dan memisahkan antara variabel dependen dan independen. Kemampuan dalam memisahkan variabel-variabel tersebut menentukan keberhasilan penelitian, dimana variabel dependen menjadi nilai yang membedakan antar kelompok (variabel dependen dikelompokkan baik distribusi secara merata, maupun kelompok tertentu)  dan varibel independen yang menjadi nilai pembeda.
2. Menentukan metode yang akan digunakan dalam analisis Diskriminan. Terdapat 2 metode dalam analisis Diskriminan :
a. Metode Simultan (Simultaneous Estimation), adalah metode yang memasukkan semua variabel bebas dalam analisis tanpa memperhatikan variabel bebas mana yang paling berpengaruh.
b. Step-wise Estimation, adalah metode yang memasukkan variabel satu per-satu. Pendekatan stepwise dimulai dengan memilih variabel yang terdiskriminasi paling baik. Variabel yang terdiskriminasi baik adalah variabel yang memiliki korelasi tinggi, sehingga variabel tersebut dapat dijelaskan secara maksimal oleh variabel lain. Variabel bebas tersebut kemudian dipilih untuk dipasangkan dengan masing-masing variabel bebas yang lain. Inti dari metode stepwise adalah kemampuan untuk menggabungkan melalui memasukkan dan mengeluarkan variabel sehingga pada akhirnya ditemukan kombinasi yang paling cocok dalam menghasilkan fungsi diskriminan. Dalam hal  ini, variabel yang memiliki nilai penciri kecil akan dihilangkan.
3. Menguji tingkat signifikansi fungsi Diskriminan yang telah ada dengan Wilk’s Lambda, Hotelling Trace, Pillai’s Criterion, dan F test. Berikut ini adalah asumsi nilai yang digunakan :
Ø Jika Wilk’s Lamda semakin dekat dengan 1, maka variabel penciri sama, sedangkan jika nilai mendekati 0, maka variabel penciri memiliki perbedaan
Ø Untuk tingkat signifikansi, jika sig >0,05 maka tidak ada perbedaan antar variabel penciri, sedangkan jika sig <0,05 maka terdapat perbedaan antar variabel penciri.
4.  Menguji ketepatan klasifikasi dan fungsi diskriminan dengan Casewise Diagnostics.
5.  Melakukan interpretasi data dan uji validitas data.


Tahapan kerja analisis diskriminan :
1.     Buka program kerja SPSS
2.    Tentukan nama dan jenis variabel atau data pada variabel view
3.    Masukkan data ke data view
4.    Untuk analisisnya, klik menu Analyze pilih Classify pilih Discriminant
5.    Masukkan variabel dependen pada bagian Grouping Variable.
6.    Buka Define Range dan isikan angka 1 pada minimum dan angka 2 pada maksimum.
7.    Masukkan semua variabel independen dalam kotak Independent
8.    Klik menu Statistics. Pada bagian Descriptive pilih Means, Univariate ANOVAs, dan Box’s M. Pada bagian Functions Coefficiens pilih Fisher’s.
9.    Klik continue dan kembali ke menu awal.
10. Centang Use Stepwise Method
11.   Klik icon Method dan keluar menu Method. Pilih Mahalanobis distance. Pada Criteria pilih Use Probability of F. Abaikan bagian yang lain
12.  Klik Continue dan kembali ke menu awal
13.  Klik icon Classify, centang pada Casewise results dan Leave-one-out classification. Abaikan bagian yang lain.
14. Klik Continue dan kembali ke menu awal
15.  Klik icon Save dan centang pada Predicted Group Membership dan Discriminant Scores.
16. Klik Continue dan kembali ke menu awal
17.  Klik OK