Berdasar
Undang-Undang Otonomi Daerah (UU. No. 22/99) yang diberlakukan mulai tahun
2000, pembangunan akan lebih difokuskan di daerah pedesaan. Dengan demikian
akan terjadi perubahan sosial kemasyarakatan dari urbanisasi ke ruralisasi
(orang-orang kota senang/akan pergi ke desa untuk berekreasi). Departemen
Pariwisata telah membuat program yang disebut pola PIR (Pariwisata Inti
Rakyat), dengan mengembangkan pembangunan desa wisata. Dengan dikembangkannya
pembangunan desa wisata akan terjadi arus urbansiasi ke ruralisasi yang selama
ini terjadi karena pembangunan lebih banyak terjadi di daerah perkotaan,
sehingga orang-orang desa banyak pergi ke kota untuk mencari pekerjaan, dan
kemudian menetap di kota.
Menurut Pariwisata Inti Rakyat (PIR), yang
dimaksud dengan desa wisata (village
tourism) adalah suatu kawasan pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana
yang mencerminkan keaslian pedesaan baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial
budaya, adat istiadat, keseharian, memiliki arsitektur bangunan dan struktur
tata ruang desa yang khas, atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik
serta mempunyai potensi untuk dikembangkannya berbagai komponen kepariwisataan,
misalnya atraksi, akomodasi,
makanan-minuman, dan kebutuhan wisata lainnya. Desa wisata adalah suatu bentuk
integrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan
dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan
tradisi yang berlaku.
Pembangunan desa wisata menambah Objek dan
Daya Tarik Wisata (ODTW). Dalam pembangunan desa wisata ini pemerintah daerah
(desa atau kabupaten) bertindak sebagai fasilitator membangun fasilitas umum, seperti
jalan, terminal kendaraan, gedung serbaguna di desa, gedung peribadatan, rumah
sakit, gedung sekolahan, alat komunikasi, dan promosi. Penyelenggaraan
usaha kepariwisataan beserta fasilitasnya diserahkan kepada swasta,
koperasi dan perorangan. Dengan demikian pembiayaan pembangunan fasilitas
umum diusahakan dari APBD kabupaten setempat atau mencari bantuan pemerintah
pusat dan bantuan hibah dari luar negeri.
Menurut PIR, pembangunan desa wisata dapat
bertujuan untuk :
1)
Mendukung program pemerintah dalam pembangunan
kepariwisataan dengan menyediakan obyek wisata alternatif.
2)
Menggali potensi desa untuk pembangunan
masyarakat sekitar desa wisata.
3)
Memperluas lapangan kerja dan lapangan
berusaha bagi penduduk desa, sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan dan
kualitas hidup masyarakat desa. Dengan demikian akan terjadi pemerataan
pembangunan ekonomi di desa.
4)
Mendorong orang-orang kota yang secara ekonomi
relatif lebih baik, agar senang pergi ke desa untuk berekreasi (ruralisasi).
5)
Menimbukan rasa bangga bagi penduduk desa
untuk tetap tinggal di desanya, sehingga mengurangi urbanisasi.
6)
Mempercepat pembauran antara orang-orang non
pribumi dengan penduduk pribumi.
7)
Memperkokoh persatuan bangsa, sehingga bisa
mengatasi disintegrasi.
Adapaun syarat-syarat desa yang dapat dikembangkan menjadi
desa wisata diantaranya:
1.
Aksesbilitasnya baik, sehingga mudah
dikunjungi wisatawan dengan menggunakan berbagai jenis alat transportasi.
2.
Memiliki obyek-obyek menarik berupa alam, seni
budaya, legenda, makanan lokal, dan sebagainya untuk dikembangkan sebagai obyek
wisata.
3.
Masyarakat dan aparat desanya menerima dan
memberikan dukungan yang tinggi terhadap desa wisata serta para wisatawan yang
datang ke desanya.
4.
Keamanan di desa tersebut terjamin.
5.
Tersedia akomodasi, telekomunikasi, dan tenaga
kerja yang memadai.
6.
Beriklim sejuk atau dingin.
7.
Berhubungan dengan obyek wisata lain yang
sudah dikenal oleh masyarakat luas.