Kamis, 26 Juli 2012

Pembangunan Berkelanjutan


Pembangunan berkelanjutan merupakan model perencanaan pembangunan yang pertama kali diterapkan di Negara Inggris. Sejak tahun 2004 perencanaan maupun implementasi pembangunan berkelanjutan menjadi prioritas utama dalam penyusunan undang-undang.
Pembangunan berkelanjutan dirumuskan sebagai “pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi masa kini, tanpa mengurangi hak dan kesempatan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya” 4 hal yang mendasari defenisi pembangunan berkelanjutan yakni:
a.      Perkembangan sosial  dengan mempertimbangkan kebutuhan dasar manusia.
b.      Perlindungan evektif terhadap lingkungan
c.      Alokasi sumberdaya alam secara efektif
d.      Maintenance pertumbuhan ekonomi

Pembangunan berkelanjutan adalah upaya mengarahkan agar proses-proses pembangunan ekonomi, masyarakat dan lingkungan berjalan secara seimbang. Karena itu implementasi strategi pembangunan berkelanjutan harus me libatkan negosiasi-negosiasi antara kelompok-kelompok interest utama (stakeholders) yang berkaitan dengan ketiga proses pembangunan tersebut.
Pendekatan Perencanaan Pembangunan Berkelanjutan mengkombinasikan prinsip  prinsip dan metode-metode korporasi, community based, dan perencanaan lingkungan untuk menciptakan pendekatan perencanaan strategis yang yang bersifat public. Perencanaan pembangunan berkelanjutan memanfaatkan metoda dan alat perencanaan pembangunan yang berbeda itu dalam rangka membantu masyarakat untuk:

  • menyeimbangkan faktor-faktor ekonomi, komunitas, dan lingkungan hidup ke dalam suatu disain proyek pembangun - an dan strategi-strategi pelayanan publik,
  • melibatkan secara penuh kelompok - kelompok kepentingan yang relevan, pengguna pelayanan di dalam mengembangkan strategi-strategi pelayanan yang dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan dari warga yang berkepentingan,
  • menciptakan strategi-strategi pelayanan yang bisa berkelanjutan, karena strategi strategi itu memfokuskan pada masalah sistemnya, daripada sekedar memusatkan perhatian pada gejalanya; dan karena strategi-strategi itu mempertimbangkan kecenderungan dan kendala-kendala jangka panjang.
Hubungan desa-kota merupakan salah satu strategi kunci dalam pembangunan berkelanjutan. Indikator pergerakan dari desa ke kehidupan kota adalah sebuah keberlanjutan dalam beberapa dekade saat ini. Hal ini memiliki tendensi bahwa pada masa lalu terdapat perbedaan antara proyek pembangunan antara lingkungan desa dan lingkungan kota (sehingga banyak orang-orang desa yang tertarik untuk bergerak ke kota). Perbedaan yang ada juga dapat terlihat dari segi sosial, ekonomi dan lingkungan antara keduanya sehingga diperlukan keseimbangan dan dukungan untuk membangunan dua area tersebut.
  • aliran pertumbuhan kapital (publik dan privat);
  • penduduk (migrasi dan komunitas/masyarakat);
  • barang (perdagangan) antara area desa dan kota.
Hubungan desa-kota dapat timbul berdasarkan kesamaan antara ekonomi, demografi dan lingkungan yang ada pada desa dan kota. Perlu adanya pembangunan pada keduanya sebagai tempat tinggal manusia. Selain itu, pula dibutuhkan kebijakan yang mengatur dan membatasi urbanisasi agar tetap tercipta keseimbangan di kota. Jika selama ini investasi infrastruktur, fisik dan ekonomi difokuskan pada perkotaan, maka perlu adanya pengembangan hal yang sama di pedesaan agar dapat meningkatkan produktivitas masyarakat pedesaan.

Persebaran kota (urban sprawl) dan migrasi desa, pembangunan industri dan meningkatnya kapitalistik selama seabad terakhir telah banyak menciptakan pengembangan kota-kota besar. Pada negara berkembang, pertumbuhan kota terus meningkat dari tahun ke tahun. Keadaan seperti ini kemudian memacu adanya migrasi dari desa ke kota yang dapat memberikan dampak negatif terhadap kota dan mengurangi sumber daya manusia yang menggarap pertanian yang pada akhirnya menyebabkan penurunan lingkungan dan penurunan kualitas hidup sebagai akibat dari infrastruktur yang tidak lagi memadai karena jumlah populasi yang terus meningkat (reurbanisasi).
  • Alokasi terhadap kepemilikan lahan, pembatasan wilayah, alur yang jelas terhadap pembelian, penyewaan, pemberian, dll.
  • Kontrol terhadap guna lahan, perencanaan dan resolusi konflik.
  • Penilaian lahan dan pemberlakuan pajak.

Hubungan desa-kota pada umumnya mengacu pada:
Aspek multidimensi hubungan antara desa –kota, keterkaitan antara keduanya tidak hanya disebabkan oleh tipologinya yang bertetanggaan saja, melainkan banyak aspek (multidimensional) yang berperan dalam peningkatan dan pengembangan desa-kota. Dalam pengelolaan sumber daya alam perlu diperhatikan dari segi sosial, ekonomi dan lingkungan yang berfungsi sebagai penyediaan dasar bagi kesejahteraan manusia. Berikut adalah Gambar diagram keterkaitan desa-kota :

                     
Diagram Stig Enemark


Dan berikut adalah isu tentang desa-kota :

Dari gambar diatas dapat disimpulkan :

    • Hubungan desa-kota, berdasarkan kesamaan antara ekonomi, demografi dan lingkungan yang ada pada desa dan kota perlu adanya pembangunan pada keduanya sebagai tempat tinggal manusia. Selain itu pula dibutuhkan kebijakan yang mengatur dan membatasi urbanisasi agar tetap tercipta keseimbangan di kota. Jika selama ini, investasi infrastruktur, fisik dan ekonomi difokuskan pada perkotaan, maka perlu adanya pengembangan hal yang sama di pedesaan agar dapat meningkatkan produktivitas masyarakat pedesaan.
    • Persebaran kota (urban sprawl) dan migrasi desa, pembangunan industri dan meningkatnya kapitalistik selama seabad terakhir telah banyak menciptakan pengembangan kota-kota besar. Pada negara berkembang, pertumbuhan kota terus meningkat dari tahun ke tahun. Keadaan seperti ini kemudian memacu adanya migrasi dari desa ke kota yang dapat memberikan dampak negatif terhadap kota dan mengurangi sumber daya manusia yang menggarap pertanian yang pada akhirnya menyebabkan penurunan lingkungan dan penurunan kualitas hidup sebagai akibat dari infrastruktur yang tidak lagi memadai karena jumlah populasi yang terus meningkat (reurbanisasi).
Kebijakan lahan, peraturan dan regulasi dalam administrasi lahan perlu diterapkan dalam sistem operasional dan proses penentuan nilai  dan penggunaan lahan. Regulasi tersebut harus memuat:
    • Alokasi terhadap kepemilikan lahan, pembatasan wilayah, alur yang jelas terhadap pembelian, penyewaan, pemberian, dll.
    • Kontrol terhadap guna lahan, perencanaan dan resolusi konflik.
    • Penilaian lahan dan pemberlakuan pajak.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar